DP3A Prov Sulut

DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DAERAH

PROVINSI SULAWESI UTARA

Jl. 17 Agustus Provinsi Sulawesi Utara

+62 431-843333 - +62 431-865451

Kemenpppa

Release Pengawasan dan Koordinasi KPAI terkait kasus sodomi lebih dari 25 anak laki-laki di Tangerang info dp3ad sulut

Release Pengawasan dan Koordinasi KPAI terkait kasus sodomi lebih dari 25 anak laki-laki di Tangerang

Terkait laporan kejahatan seksual (sodomi)  terhadap anak di Kabupaten Tangerang, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama dengan Kapolda Banten, Kapolres Tangerang, institusi dari Kabupaten Tangerang, dan LPAI melakukan koordinasi dan press release di Polresta Tangerang pada hari Jumat, 5 Januari 2018.

Dari hasil telaah KPAI dengan melakukan wawancara dengan anak-anak korban rata-rata berusia sekitar 8 tahun - 15 tahun, sebagian besar masih duduk di bangku sekolah dasar, dan beberapa masih SLTP sederajat. Maka KPAI menggaris bawahi beberapa hal :

1. Jumlah korban. Tidak tertutup bertambahnya korban  lebih dari 25 orang dari yang yang sudah diidentifikasi dan divisum. Hal ini sangat memungkinkan karena rata-rata anak yang menjadi korban kemudian diminta tersangka untuk mengajak teman lainnya. Ini sama persis seperti kasus sodomi Emon di Jawa Barat tahun2 yang lalu.

2. Pentingnya early warning (peringatan dini) dalam aspek edukasi. Pertama, memberikan pemahaman dan edukasi kepada anak agar 'menjadi diri sendiri', sehingga anak tidak mudah tergiur dengan ajakan untuk memperbaiki penampilan atau memiliki daya tarik magis dengan cara-cara yang salah dan menyesatkan. Kedua, mengajarkan tentang pentingnya menjaga anggota tubuh terutama bagian tubuh yang terlarang secara sehat. Ketiga, bagaimana berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal, berani menolak/menghindari perilaku yang beresiko. sangat penting untuk diberikan kepada anak oleh orang tua, pendidik, masyarakat.
Karena kepolosan anak-anak yang memiliki rasa penasaran yang tinggi saat "ditawari tersangka dengan iming-iming memiliki ilmu kekebalan tubuh, dan memiliki aura tertentu yang membuat lawan jenis menjadi tertarik", menjadikan mereka korban yang mudah dibohongi dan diperdaya.

3. Intervensi lanjutan terhadap pemulihan korban. Pasca peristiwa tersebut penting untuk penguatan terhadap anak2 baik secara psikologis, sosial, dan membangun norma dan kesadaran hukum (dalam konteks apa yang dilakukan oleh tersangka merupakan perbuatan salah dan melanggar hukum), sehingga ini tidak menjadi framing pembenaran yang terpatri di pikiran anak agar mereka tidak menjadi korban lagi atau pelaku dikemudian hari.

4. Pengkondisian agar korban tidak dijadikan sasaran bully; dalam lingkup keluarga, teman sekolah, teman bermain, serta masyarakat dimana anak tinggal. Karena korban anak tersebut merasakan bahwa apa yang mereka terima setelah peristiwa yang menimpa mereka berupa ejekan, lebih sakit dan membuat mereka luar biasa malu dibanding apa yg mereka alami dari peristiwa kejahatan seksual itu sendiri. Pengkondisian ini akan menjadi best practices bila berhasil dijalankan dlm masyarakat dimana locus peristiwa terjadi.

5. Optimalisasi Penegakan Hukum. Kasus ini memiliki implikasi hukum yang luas, selain konstruk hukum itu sendiri yang harus memastikan bahwa tersangka mendapatkan hukuman yang setimpal, yang mampu memberikan efek jera, disisi lain ada hak-hak korban untuk mendapatkan restitusi akibat kejahatan seksual tersebut. Apakah PP Restitusi mampu memberikan perlindungan terkait hak-hak korban, saat pelaku yang tinggal di gubuk dan mendapat upah dari membantu di kebun warga tersebut dimintai pertanggungjawaban untuk membayar restitusi dari puluhan korban anak tersebut? sementara regulasi yang ada tidak mengatur bagaimana bila tersangka atau keluarganya tidak sanggup membayar restitusi, apakah negara yang akan mengambil tanggungjawab tersebut sebagai bentuk kompensasi ? rasanya kita harus melingkar lagi untuk membahas ini semua.

Semoga ini menjadi pintu masuk dalam mengupayakan kebijakan dan program yang mampu melindungi anak Indonesia.
KPAI akan terus memantau keseluruhan proses tersebut.

Salam hormat,
Putu Elvina (08127062053)
Komisioner Anak Berhadapan dengan Hukum KPAI.